UNS Solo dukung MP3EI
SOLO - Berdasarkan dokumen
Master Plant Percepatan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
dituangkan bahwa Indonesia akan menjadi negara maju dan masuk ke dalam
jajaran kekuatan 12 besar dunia pada tahun 2025 serta menjadi 8 besar
dunia pada tahun 2045. Hal itu disampaikan Rektor Universitas Sebelas
Maret Surakarta (UNS Solo) Ravik Karsidi dalam sambutannya pada
pembukaan "Workshop Penguatan Sumber Daya IPTEK untuk Implementasi
Sistem Inovasi Daerah dalam Rangka MP3EI" di Ruang Sidang 2 Kantor Pusat
UNS, Jumat (9/3). Ravik mengakui peran perguruan tinggi sangat vital
dalam upaya mendukung MP3EI yang telah ditetapkan sebagai Peraturan
Presiden Nomor 32 Tahun 2011.
Sementara itu, Deputi Bidang Kelembagaan IPTEK KEMENRISTEK RI Benyamin Lakitan yang hadir mewakili Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta menyampaikan permohonan maaf menristek karena tidak dapat hadir dalam workshop dan menunda penandatangan nota kesepahaman (MoU) dengan UNS Solo. Benyamin menambahkan, menristek juga mengucapkan selamat atas Dies Natalis UNS ke-36 dan atas prestasi-prestasi yang berhasil diraih UNS selama 36 tahun.
Benyamin dalam pidatonya menyampaikan pentingnya peran perguruan tinggi dalam MP3EI dengan melakukan penguatan Sumber Daya Manusia dan IPTEK. Dalam hal itu perguruan tinggi diunggulkan dua potensi yang dimilikinya yakni: kuantitas dan finansial.
Secara kuantitas, jumlah akademisi dari total perguruan tinggi di Indonesia mencapai lebih dari 160 ribu dosen. Jumlah itu 10 kali lipat dengan jumlah peneliti dan rekayasa yang dimiliki kemristek. Selain itu, dari segi finansial, perguruan tinggi lebih diuntungkan dengan adanya amandemen UUD 1945 yang menyatakan bahwa 20 persen APBN dialokasikan untuk pendidikan. Berbeda dengan kemristek yang hanya mendapatkan alokasi APBN sebesar kurang dari satu persen.
Benyamin mengaku prihatin atas produktivitas akademisi, peneliti, dan rekayasa di Indonesia dilihat dari jumlah publikasi. "Menurut data yang saya dapat selama kurun waktu 2001 sampai 2011, dari 6 sampai 7 orang hanya mampu mempublikasikan 1 artikel dalam jurnal internasional," ungkapnya.
Dari jumlah tersebut, Indonesia kalah dengan Malaysia yang berhasil mempublikasikan sebanyak 5 kali lipat yang diraih Indonesia. Benyamin menambahkan bahwa hanya 2,5 persen hasil riset yang dimanfaatkan secara nyata dalam pembangunan. Hal itu ditengarai Benyamin karena rendahnya kapasitas adopsi pengguna.
Maka itu, Benyamin mengupayakan dua opsi untuk meningkatkan konteks relevansi dengan meminta kepada para pengembang teknologi harus tahu apa yang terjadi, persoalan, dan kebutuhan yang terkait dengan bidang masing-masing serta menghasilkan teknologi yang relevan dengan kebutuhan dan permasalahan yang tentunya disesuaikan dengan kapasitas adopsi pengguna.
Sementara itu, Deputi Bidang Kelembagaan IPTEK KEMENRISTEK RI Benyamin Lakitan yang hadir mewakili Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta menyampaikan permohonan maaf menristek karena tidak dapat hadir dalam workshop dan menunda penandatangan nota kesepahaman (MoU) dengan UNS Solo. Benyamin menambahkan, menristek juga mengucapkan selamat atas Dies Natalis UNS ke-36 dan atas prestasi-prestasi yang berhasil diraih UNS selama 36 tahun.
Benyamin dalam pidatonya menyampaikan pentingnya peran perguruan tinggi dalam MP3EI dengan melakukan penguatan Sumber Daya Manusia dan IPTEK. Dalam hal itu perguruan tinggi diunggulkan dua potensi yang dimilikinya yakni: kuantitas dan finansial.
Secara kuantitas, jumlah akademisi dari total perguruan tinggi di Indonesia mencapai lebih dari 160 ribu dosen. Jumlah itu 10 kali lipat dengan jumlah peneliti dan rekayasa yang dimiliki kemristek. Selain itu, dari segi finansial, perguruan tinggi lebih diuntungkan dengan adanya amandemen UUD 1945 yang menyatakan bahwa 20 persen APBN dialokasikan untuk pendidikan. Berbeda dengan kemristek yang hanya mendapatkan alokasi APBN sebesar kurang dari satu persen.
Benyamin mengaku prihatin atas produktivitas akademisi, peneliti, dan rekayasa di Indonesia dilihat dari jumlah publikasi. "Menurut data yang saya dapat selama kurun waktu 2001 sampai 2011, dari 6 sampai 7 orang hanya mampu mempublikasikan 1 artikel dalam jurnal internasional," ungkapnya.
Dari jumlah tersebut, Indonesia kalah dengan Malaysia yang berhasil mempublikasikan sebanyak 5 kali lipat yang diraih Indonesia. Benyamin menambahkan bahwa hanya 2,5 persen hasil riset yang dimanfaatkan secara nyata dalam pembangunan. Hal itu ditengarai Benyamin karena rendahnya kapasitas adopsi pengguna.
Maka itu, Benyamin mengupayakan dua opsi untuk meningkatkan konteks relevansi dengan meminta kepada para pengembang teknologi harus tahu apa yang terjadi, persoalan, dan kebutuhan yang terkait dengan bidang masing-masing serta menghasilkan teknologi yang relevan dengan kebutuhan dan permasalahan yang tentunya disesuaikan dengan kapasitas adopsi pengguna.
0 Response to "UNS Solo dukung MP3EI"
Post a Comment